Tentang Saya

Sabtu, 21 Mei 2016

We'll be Fine



Tentu saja kita akan berdebat dan berlanjut dengan pertengkaran kilat.
Jika ini terjadi, ingatlah bagaimana keberanian aku berpendapat pernah membuatmu kagum.
Dan aku akan mengingat tentang mulut kritismu yang membuatku terpukau.


Tentu saja kita nanti akan bosan mendengar cerita keseharian yang begitu-begitu saja.
Jika saat itu datang, ingatlah bagaimama rasanya tersiksa seharian di tempat kerja, satu-satunya yang membuatmu berjarak dariku.
Pun aku akan mengingat bagaimana aku tak sabar untuk segera pulang, bergelung di lengan super nyamanmu, dan pura-pura mengeluh demi usapan sayangmu di kepalaku.


Tentu saja kita nanti akan berselisih tentang apapun yang tak penting, sepele dan mengada-ada.
Jika ini terjadi, ingatlah selalu mengerikannya pagi yang tanpa wajah bangun tidurku.
Dan aku akan mengingat, bencinya aku melewati malam yang tanpa gangguanmu.


Tentu saja kita akan bosan dengan penampilan satu sama lain.
Tentu saja mata normal kita masih bisa membedakan mana yang menawan, mana yang membosankan.
Jika ini sudah menjangkiti, ingatlah bahwa tawaku pernah kamu damba-damba setiap malam hingga sakit kepala.
Dan aku akan mengingat bagaimana senyum malu-malumu selalu membuatku gemas hingga lemas.


Suatu hari, tentu saja kita bisa tiba-tiba berhenti saling menginginkan.
Jika ini sampai terjadi, cukup ingat saja bagaimana kita pernah begitu jatuh cinta yang lebih dari sekedar gila.

Maka, kita akan baik-baik saja.


-Melisalalalaa-

Jumat, 20 Mei 2016

Merayu Tuhan


Yang tak boleh ada, tapi masih ada di mana-mana.
Orang yang pernah kucita-citakan dengan seluruh bismilah dan menadahkan tangan.
Semesta yang menjadi lawanku. Tak bisa kulawan, meski mau.
Kamu, terlanjur menjamur di seluruh dinding sel darahku. Berendam air panas, tak menyembuhkanku.
Aku, sepertinya akan tetap menyelundupkan rindu. Sampai nanti, jika dunia bukan lagi rumahku.
Virus sakit hati yang bernama sama denganmu, aku sudah sering terjangkitinya. Tetap. Tak membuatku kebal.
Inginku masih sama. Kamu. Punyaku. Satu.
Dan takdir yang akhirnya melucutiku dengan berita paling getir.
Oh, sudah waktunya bangkit. Persetan meski tubuh masih dihujani sakit.
Nanti. Mungkin di kehidupan lain nanti. Aku berhasil merayu Tuhan.

Jumat, 11 Maret 2016

Untuk Mereka yang Datang dan Pergi



Berkali-kali saya katakan bahwa hidup adalah perihal meninggalkan atau ditinggalkan.

Saya sudah terbiasa menghadapi mereka yang datang kemudian pergi setelahnya. Saya tidak pernah meminta siapapun untuk tetap tinggal. Karena jika memang ingin, mereka tidak akan pernah beranjak, bukan karena diminta.

Saya tidak akan pernah memohon untuk tidak dikecewakan, karena manusia seringkali merasa baik-baik saja setelah menorehkan kekecewaan di hati manusia lain. Hidup memang seperti itu. Sekuat apapun kita melakukan sebaik yang kita mampu, mereka akan tetap pergi, karena manusia selalu punya celah.

Saya selalu punya hidup yang terlalu baik untuk saya keluhkan. Saya tertawa cukup banyak dan perut saya kenyang. Ada berapa banyak anak yang tidak melanjutkan sekolah dan berakhir di jalanan? Bukan karena mereka tidak mau, tapi karena mereka harus. Tidak sedikit wanita tua yang menjajahkan sayurannya di bawah terik matahari. Bukan karena terbiasa, tapi mereka butuh bertahan hidup.

Dan saya harus merengek untuk hidup yang telah sebegini baik? Untuk segala sesuatu yang tidak sesuai rencana? Untuk apapun yang tidak bisa dengan mudah saya dapatkan? Untuk mereka yang seenaknya datang dan pergi? Come on, saya tidak semenyedihkan itu.

Saya sudah terbiasa akan kehilangan, ditinggalkan, dibohongi atau menelan bulat-bulat kekecewaan. Tapi tidak lantas menjadikan saya tidak pandai bersyukur.

Untuk mereka yang seenaknya datang dan pergi, terima kasih karena telah melahirkan saya yang jauh lebih kuat hari ini.

Jadi kamu, menetaplah jika kamu ingin menetap. Pergilah jika kamu ingin pergi.

Tulisan Balasan



Kepada yang menyebut dirinya ‘Pengagum rahasia'.

Hai, terima kasih karena telah begitu bernyali menuliskan isi hatimu melalui deretan aksara yang indah.

Tidak banyak dari mereka yang serta merta berani mengaku pada semesta bahwa mereka tengah mengagumi dalam diam, tapi kamu melakukannya. Tapi biar saya ralat, bukan dalam diam, tentu saja karena kamu membiarkan yang kamu kagumi mengetahui keberadaanmu.

Terima kasih untuk perasaan yang menyenangkan setelah membaca tulisanmu. 

Kamu bilang bahwa kamu ingin mengenal saya lebih jauh ya?  Beberapa orang pernah mengatakan hal yang sama, sebagian memutuskan untuk tetap tinggal dan sisanya berakhir sebagai penyesalan. Ya karena saya tidak pernah benar-benar sebaik yang terlihat.

Biar saya beri tahu, saya ini cengeng dan membosankan, mudah terdistraksi, dan sensitif. Saya bukan pengingat jalan yang baik, suka sekali makan es krim dan tidur larut malam. Saya mendengarkan Taylor Swift dan penggemar berat Disney. Saya tidak pandai berbasa-basi dan menulis selalu berhasil membuat perasaan saya jauh lebih baik. 

Saya bertaruh kamu akan bosan kalau saya meneruskan tulisan ini. Bagaimana? Tidak semenarik yang terlihat kan? Hehe.

Terima kasih ya. Semoga harimu menyenangkan dan tidak banyak lampu merah yang membuatmu jengkel hari ini.

Sabtu, 06 Februari 2016

Terjebak Nostalgia



Setelah 5 tahun, akhirnya aku berkunjung lagi. SMA-ku tak sama lagi. Semuanya berubah, bangunannya, tanaman hiasnya, kelasnya, bahkan kantin favorit kami sudah tak ada lagi. Tapi selalu ada yang tak berubah, kenangannya. Aku seperti me-rewind rekaman dalam kepalaku hari ini.

Rasanya seperti baru kemarin kami menyanyikan lagu kelulusan dengan mata berkaca-kaca, atau mengabadikan foto-foto wisuda dengan senyum lebar diwajah kami. Aku baru saja sadar bahwa hari itu telah lama kami tinggalkan. Aku bergidik saat menulis ini, tidak percaya bahwa waktu memang benar-benar cepat berlalu.

Hari ini aku berdiri lama sekali didepan kelas kita dulu, Ittc-ku. Kita masih sangat muda waktu itu. Masih jelas di kepalaku bagaimana selalu saja ada satu anak yang membuat lelucon, lalu seisi kelas tertawa menimpali.

Masih lekat di ingatanku bagaimana hangat dan menyenangkannya kelas kita. Kita seperti keluarga. Tidak ada yang boleh tertawa saat yang lain tengah bersedih. Tidak ada keberhasilan yang boleh dirayakan seorang diri. Menyakitkan sekali rasanya saat kita kehilangan seseorang yang begitu kita sayangi, sahabat kita Almh Anita Harum Sari. Kita mungkin tak diikat oleh pertalian darah, tapi kehilangannya untuk selama-lamanya membuat satu lagi lubang di hati kita. Tidak pernah benar-benar sembuh sampai hari ini.

Hari ini aku melihat mereka, persis kita di 5 tahun yang lalu. Tertawa lepas, semua yang kita pikirkan saat seusia itu adalah ‘makanan apa yang bisa kita temukan di jam istirahat’, atau ‘bagaimana agar kita tidak ditunjuk untuk mengerjakan soal di depan kelas’. Kita bahkan tidak pernah memikirkan hal yang benar-benar serius seperti halnya ‘apa yang harus kita kerjakan untuk menghasilkan uang selepas kuliah’. Atau ‘perusahaan mana yang mungkin bisa memberi kita pekerjaan’, atau bahkan ‘kapan kita mulai bisa menyewa gedung pernikahan’.

Sungguh betapa aku merindukan masa muda kita, masa remaja kita, masa dimana bisa saja kita bertemu cinta pertama kita untuk pertama kalinya, masa dimana kita bertemu sahabat yang selalu memiliki tempat tersendiri di hati kita, masa yang kelak akan kita ceritakan pada anak cucu kita.

#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-8

Selasa, 02 Februari 2016

Tentang Kehilangan



Sebelum ini, aku sudah berkali-kali memeluk kehilangan. Berkali-kali menyaksikan punggung-punggung yang kian menjauh. Berkali-kali menahan sesak, berkali-kali merelakan. Rasanya tidak akan begitu buruk melewati satu kali lagi kehilangan. Harusnya seperti itu. Tetapi selalu saja, kehilanganmu tidak pernah menjadi hal yang mudah. Aku tahu, aku hanya butuh sedikit mencoba, tidak akan sesulit kelihatannya.

Aku hanya butuh sedikit terbiasa untuk sekedar tidak mendapat ucapan selamat pagi darimu. Aku hanya perlu terbiasa untuk tidak mengandalkanmu. Aku hanya perlu lebih terbiasa berdiri di atas kakiku sendiri.

Kau tahu Tuan, sebelumnya kehilangan tidak pernah membuat teh ku menjadi sebegini hambar untuk ku sesap, atau lagu-lagu melow yang kudengar, mereka tidak pernah membuatku sebegini larut.

Pernah suatu hari kita berjanji untuk tidak saling meninggalkan, tidak peduli seberapa besar amarah di kepala kita. Tapi hari ini, kita sepakat untuk pergi, saling merelakan, mengubur mimpi-mimpi yang selalu kita bicarakan setiap hari sebelum terlelap.  

Bertahun-tahun bersamamu adalah bertahun-tahun kebahagiaan yang tak pernah habis diceritakan.

Sayangku, pergilah kemana kau ingin pergi. Mimpi-mimpimu, mereka telah menunggu untuk kau kejar. Kita hanya perlu terbiasa untuk tidak lagi berdua. Kau mungkin bisa temukan dia, temukan padanya apa yang tak kau temukan pada diriku. Berbahagialah.

#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-4