Tentang Saya

Sabtu, 01 Juni 2013

Senyuman Dibalik Jendela




“Aku bersumpah  nggak akan pernah menyukai tempat ini” Aku tengah menyingkirkan bebatuan yang nyaris menyandung tepat sehasta didepan.
“Baiklah, kita bertaruh, sugar!”
“Sebatang cokelat?” Aku melirik perempuan muda disampingku, berusaha menyama-ratakan langkah kami.
“Sepuluh batang” Senyumnya melebar sempurna
“Baiklah, lakukan apa yang harus dilakukan” Aku memberinya isyarat.
“Menyilangkan jemari? Baiklah” Perempuan itu dengan sigap menyilangkan jemari tepat didepan dadanya, dilanjutkan mengacak-acak rambutku detik berikutnya.
“Berapa lama lagi kita sampai,kak?” Aku menyeka keringat yang melekat sempurna di dahiku.
“Nggak akan lama lagi kok” Ia menarik punggung tanganku, menjauhi semak berduri tepat satu depa disamping kanan kami.
“Well, jadi aku benar-benar harus bersekolah di tempat seperti ini, kak? Harus melewati tempat sebegini menyeramkan setiap harinya. Ini bukan lelucon kan?”
Ia menggeleng teratur.

____________

                Gedung usang itu semakin terlihat lebih dekat. Tidak terlalu buruk memang, hanya saja ada beberapa bagian disana-sini yang nampak butuh perbaikan.
                Aku melirik Stela lekat, mengencangkan genggamanku pada jemarinya.
                “Kak” Ia jelas tahu bahwa aku tengah mencemaskan sesuatu.
                “Tenang,sugar. Kamu hanya cukup menyebutkan namamu didepan kelas dengan sedikit senyum” Ia menenangkanku.
                Aku terlahir sebagai anak yang canggung, dan jelas bukan pelaku adaptasi yang baik. Kenyataan yang dibicarakan ayah di meja makan perihal aku yang harus bersekolah di tempat ini benar-benar menohokku. Ayah bilang kami harus pindah ke tempat ini karena tuntutan pekerjaannya yang mendesak.
                Seingatku, aku kesulitan tidur dalam beberapa hari. Memikirkan apa aku akan menyukai sekolah baruku, atau sekedar menerka-nerka siapa yang akan menjadi teman sebangkuku.

                Ini tahun ketiga-ku di sekolah dasar, aku bahkan belum genap 8 tahun saat ini. Bagian yang paling kutakutkan adalah, adalah memperkenalkan diri, aku tidak mahir dalam hal ini.
                “Ayo, sugar. Kita hampir sampai” Stela mengeratkan genggaman tangannya sekali lagi.
                Aku merasakan butir-butir bening menggenangi dahiku. Seseorang menyambut kami di bibir gerbang sekolah. Ia membicarakan sesuatu dengan Stela dan aku sama sekali tidak berniat menguping, lalu kuedarkan saja pandangan ke sekeliling sekolah, tidak seburuk yang kuperkirakan. Dalam radius pandanganku, aku menangkap lekat pada sebuah jendela kelas yang setengah terbuka, seseorang tengah tersenyum kearahku, memamerkan sebaris gigi putih dan senyum penjamuan yang memecah sedikit mood burukku.
                Anak laki-laki dengan senyum perkenalan di sebuah jendela usang yang setengah terbuka, dan kupastikan senyuman itu berkekuatan magis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar