Tidak ada tulisan yang buruk, kecuali memang buruk isinya,
penuh keburukan. Tidak ada tulisan yang baik, kecuali memang baik
isinya, penuh kebaikan. Tidak ada tulisan yang buruk atau baik hanya
karena gaya bahasa, titik koma, salah ketik dan sebagainya. Bahkan saat
manusia pertama kali mengenal tulisan, hanya lewat simbol-simbol
terbatas, bukan 26 abjad huruf latin seperti sekarang, tetap saja dia
baik atau buruk tergantung isinya.
Tidak ada tulisan yang menyudutkan, kecuali bagi pembaca yang bahkan sebelum membaca memang sudah tersudut. Tidak ada tulisan menyalahkan, kecuali bagi pembaca yang sejak awal sudah merasa bersalah. Tidak ada tulisan yang bisa berakibat sejenis ini kecuali pembacanya yang membiarkannya terjadi. Simpel saja, saya menulis tentang kasus partai tertentu (dalam bahasa Inggris), dimuat di media internasional, penuh kalimat keras dan menohok. Coba saja tulisan itu dibaca oleh orang-orang yang tinggal di London, New York, mereka merasa baik-baik saja. So what gitu loh? Tapi saat tulisan tersebut dibaca oleh orang-orang tertentu—meski dalam bahasa yang berbeda, berubahlah tanggapannya, terlihatlah reaksinya.
Tidak ada tulisan yang menginspirasi, kecuali bagi pembaca yang sejak memulai kalimat pertamanya memang sudah menyemai bibit pengharapan. Tidak ada tulisan yang menggugah, mengharukan, kecuali bagi pembaca yang sejak awal membacanya sudah membuka hatinya, bersiap menerima kebaikan. Tidak ada tulisan yang bisa berakibat sejenis ini kecuali pembacanya yang membiarkannya terjadi. Coba lihat, sebuah novel yang didesain begitu memotivasi, begitu membangkitkan semangat, sia-sia saja saat dibaca orang yang tidak peduli atau memang tidak suka novel. Pun sebuah novel yang ditulis penuh rasa haru, jangankan setetes air mata, yang membaca hanya menyeringai bingung, ini novel apa sih—saat dia memang tidak siap atau tidak cocok atas tulisan jenis tersebut.
Lantas apa yang membuat sebuah tulisan terlihat berbeda?
Saya beritahu. Dalam dunia tulis menulis, rahasia terbesarnya adalah: relevansi, relevan atau tidak relevan. Apa itu relevansi? Nyambung atau nggak. Dengan bahasa yang lebih simpel, artinya adalah: “gue banget” atau nggak. Sebuah tulisan yang gue banget, selalu berhasil menyentuh sisi-sisi yang hendak dicapai penulisnya. Sebaliknya, tulisan yang tidak relevan bagi pembaca kesulitan membuat pembaca suka. Hanya itu. Tidak ada rahasia besar lainnya. Nah, maka mulailah menulis dengan paham soal relevansi ini. Pertama-tama, “gue banget” atau nggak bagi diri sendiri—seorang penulis tidak akan bahagia jika menulis tulisan yang tidak disukainya, tidak “gue banget”. Pastikan ini terlebih dahulu. Kita menulis sesuatu yang “gue banget”. Berikutnya, baru pastikan “gue banget” atau nggak bagi orang lain. “Gue banget” atau nggak bagi penerbit, pembaca, dsb-nya, dst-nya. Terutama kalau kita berharap tulisan itu dibaca banyak orang. Lain soal kalau untuk konsumsi diri sendiri.
Itulah rahasia sebuah tulisan. Simpel.
Jangan
lupa, sertai dengan niat baik, ketulusan, maka tulisan itu akan menjadi
amat bertenaga, dan jauh sekali gaungnya. Sungguh jauh sekali gaungnya.
Kita tidak pernah tahu, seorang anak remaja, tinggal di pelosok
pedalaman, tiba-tiba menjadi begitu bersemangat atas masa depannya
selesai membaca sebuah tulisan. Seorang anak remaja, tinggal di gemerlap
kota, tiba-tiba menjadi paham dan berjanji mendengarkan nasehat orang
tuanya setelah membaca sebuah tulisan. Juga pengaruh ke orang2 dewasa,
juga terhadap orang2 tua. Gaung tulisan itu bisa jauh sekali.
Percayalah.
Percayalah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar