Aku berusaha mengingat lebih banyak. Entah pada hari apa tahun berapa, Aku menemukan diriku menangis sejadi-jadinya. Hari itu hujan dan aku menangis. Aku tidak tahu mana yang lebih basah, hujan atau mataku.
Pertengahan malam tahun baru di sebuah tahun rahasia, belum pernah hujan sepelik itu mengguyurku tanpa ampun. Aku merasa kecil dihujaninya. Malam itu, bumi menangis deras sekali, Bukan tangis haru, melainkan tangisan yang mengiba. Malam pekat sekali seperti seorang penjahat yang menguntit anak kecil di taman bermain. Dan aku anak kecil itu, meringis kedinginan duduk bersandar di depan etalase pertokoan yang sedari tadi ditutup oleh pemiliknya.
We were both
young when I first saw you
I close my eyes
and the flashback start
Anak-anak
kecil yang tadinya menari bermain kembang api di pinggir jalan, juga pengendara
sepeda motor berhamburan ke bibir-bibir emperan toko atau berebut tempat di
bawah pohon. Lalu aku? Aku merangkul tubuhku sendiri didepan etalase toko buku,
berusaha mengabaikan beberapa panggilan masuk dari orang yang sama.
Jalanan tampak jahat, hitam sepekat jelaga, atau
seperti monitor yang belum direparasi, Air di pelupuk mataku berhasil
menghalangi pandangan, hanya pantulan
cahaya lampu di genangan air yang tampak. Aku membiarkan tangisan malam
menghujani wajahku, membabi buta, seperti duri, perih sekali, merayap ke hati.
Kutipan Cerpen "Lelaki Musim Hujan" oleh Syarah Tania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar