Tentang Saya

Kamis, 29 Januari 2015

Surat untuk Kamu yang Selalu Merasa Tidak Beruntung


        Pagi ini nyaris sama seperti pagi sebelumnya, saya membuka lini masa lengkap dengan hiruk pikuk di dalamnya. Ada diantara mereka yang sibuk melaporkan prakiraan cuaca hari ini, ada yang menulis serentetan kegiatan, tidak sedikit juga yang memberikan kalimat-kalimat motivasi khas Mario Teguh, bahkan ada yang membuat pagi saya cukup bahagia hanya dengan membaca lelucon-lelucon konyol yang terpampang di timeline kepunyaan mereka atau lelucon yang dikemas dengan gambar seperti quote kekinian milik dagelan. 

            Bedanya pagi ini saya cukup dikejutkan oleh deretan keluhan seseorang yang saya ingat mempunyai kenyaris sempurnaan hidup. Dia mengeluh tentang hidupnya yang sulit, tentang betapa ia berat melewati hari-harinya, tentang mengapa hidupnya semenyedihkan itu. Saya terkejut, dia bahkan memiliki apa yang selama ini selalu saya rapal dalam doa-doa saya selepas solat. Dia memiliki apa yang selalu saya impikan siang malam. Lelucon macam apa ini? Ketika seseorang begitu menginginkan sesuatu sementara ada seseorang yang tengah menggenggamnya sibuk mengeluh akan hidupnya yang menyedihkan. Mungkinkan ini suatu indikasi bahwa takaran kebahagiaan tiap-tiap manusia itu berbeda? Atau mungkin ada diantara mereka yang kurang pandai bersyukur?

            Bahwa hidup memang tidak diciptakan untuk mereka yang pandai mengeluh, yang hobi marah, yang dengan mudahnya meninggalkan kekecewaan dihati orang lain, dan suka menyepelekan luka yang pernah dijalani seseorang – Falafu

            Saya menulis ini bukanlah karena saya seorang maha pandai bersyukur satu dunia, tetapi benar, hidup memang tidak pernah diciptakan untuk mereka yang suka mengeluh. Saya pun begitu, beberapa waktu, mengeluh pernah menjadi kesukaan saya. Tapi yang saya dapat setelahnya adalah kosong, melainkan keluhan itu sendiri. 

            Kita bahkan tidak pernah tahu berapa banyak orang yang rela berdarah-darah untuk mendapatkan apa yang kita punya. Kita tidak pernah tahu betapa bahagianya seorang pemulung saat menemukan gelas air mineral kosong di selokan, kita tidak pernah belajar dari kesyukuran tukang parkir yang bahagia mendapati hari ini pengunjung toko lebih banyak dari biasanya, kita kadang lupa betapa ojek payung berbinar matanya saat hujan turun lebih lama sore ini. Bukankah Tuhan telah berjanji atas bonus kenikmatan dari kesyukuran yang kita ucap?

“Pada ketika aku mengeluh tidak ada kasut, masih ada manusia yang tersenyum walaupun tidak ada kaki.” – Baharuddin Bekri

#30HariMenulisSuratCinta

1 komentar: