Kau ingat? Kita berdua pernah memandangi embun di kaca jendela kelas ini, dan hujan mengetuk teratur tepinya. Ah mungkin kau sudah lupa dan aku cacatnya selalu memiliki kemampuan mengingat lebih baik dari yang kau punya.
Dan kau tuan, yang padamu selalu kujatuhi rindu. Hari ini aku lihat langit menuangkan butiran bening itu lagi, dan baunya masih seperti kemarin. Langit basah. Itu kenapa aku menggilai hujan, kerendah hatinya menghadirkan kembali waktu aliran darahmu merasuki nadiku.
Detik ini pun, tatapan teduh yang selalu mampu menenangkanku itu jelas terekam di setiap tangkapan mataku. Kau pernah menggenapkanku tapi goresan yang kau toreh lebih dalam, entah akankah kutemukan penawarnya? Nyatanya, dari goresan perih ke perih, kaulah yang satu-satunya tak ingin kuakhiri. Hujan petang ini menyenandungkan getaran tak utuh dari suaramu, yang pernah ku dengar paling merdu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar